Alexander Marwata: Sosok Kontroversial dalam Pemberantasan Korupsi
Profil dan Kiprah Alexander Marwata
Alexander Marwata, lahir 26 Februari 1967, menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2015. Sebelumnya, ia berkarier di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selama 24 tahun dan menjabat sebagai Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Selama menjabat di KPK, Marwata ditandai dengan prestasi dan kontroversi dalam penanganan kasus korupsi. Ia pernah menjadi sorotan karena memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam beberapa putusan kasus, seperti kasus Hambalang.
Dugaan Pelanggaran Etik dan Investigasi Polisi
Pada tahun 2021, Marwata dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK atas dugaan pelanggaran etik. Pelaporan tersebut terkait dengan penetapan Kepala Basarnas sebagai tersangka tanpa surat perintah penyidikan (sprindik). Dewas KPK saat ini masih melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran tersebut.
Selain itu, Marwata juga dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh aktivis lembaga swadaya masyarakat atas dugaan keterlibatan dalam kasus suap. Polisi telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Marwata terkait kasus tersebut.
Dampak Investigasi terhadap Reputasi dan Karier
Investigasi yang dilakukan oleh Dewas KPK dan Polisi telah berdampak pada reputasi dan karier Marwata. Tuduhan pelanggaran etik tersebut menimbulkan pertanyaan tentang integritas dan profesionalismenya. Sementara itu, jika terbukti bersalah, Marwata bisa menghadapi sanksi pemecatan sebagai komisioner KPK.
Kontroversi Lain dan Kritik
Selain dugaan pelanggaran etik yang sedang diinvestigasi, Marwata juga menghadapi kontroversi dan kritik lain selama menjabat di KPK. Salah satunya adalah dukungannya terhadap revisi Undang-Undang KPK pada tahun 2019, yang dinilai dapat melemahkan lembaga tersebut.
Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada pernah menyebut Marwata sebagai sosok yang berkontribusi merusak KPK. Pukat menilai seringnya Marwata mengeluarkan pendapat berbeda dalam putusan kasus korupsi dapat mempengaruhi independensi KPK.
Pengakuan Kegagalan dan Tantangan
Dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Marwata mengakui kegagalan KPK dalam memberantas korupsi secara optimal selama delapan tahun ia menjabat. Ia menyebut masih banyak kasus korupsi yang belum terungkap dan pelaku yang belum ditindak.
Marwata juga mengungkapkan kendala yang dihadapi KPK, salah satunya adalah masalah internal dalam tubuh organisasi. Hal ini terlihat dalam kasus dugaan pelanggaran etik yang melibatkan pimpinan KPK.
Kontribusi dalam Pemberantasan Korupsi
Meski mengakui adanya kegagalan, Marwata juga mencatat sejumlah keberhasilan KPK di bawah kepemimpinannya. Misalnya, KPK berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara sebesar Rp 22 triliun dalam waktu enam bulan saja.
Selain itu, Marwata juga dikenal tegas dalam menangani kasus korupsi besar, seperti kasus suap impor daging sapi dan kasus e-KTP. Kerja kerasnya telah membantu melindungi keuangan negara dari kerugian yang lebih besar.
Masa Depan KPK dan Karier Marwata
Nasib Marwata dan KPK masih menjadi pertanyaan besar. Investigasi yang tengah berlangsung akan menentukan masa depan keduanya. Jika Marwata terbukti bersalah, bukan hanya kariernya yang akan berakhir, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap KPK sebagai lembaga penegak hukum antikorupsi.